Sabtu, 30 Oktober 2010

Artikel : KINERJA PNS TAK SEBATAS ABSENSI

KINERJA PNS TAK SEBATAS ABSENSI
  
Hingga saat ini masalah disiplin kinerja pegawai pemerintah, khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih banyak mendapat sorotan dari berbagai kalangan, bahkan termasuk dari pemerintah sendiri. Untuk meningkatkan disiplin kinerja aparatur, Inspeksi Mendadak (Sidak) pun, terus gencar dilaksanakan oleh jajaran pejabat berwenang di berbagai instansi pemerintahan. Namun hasilnya menunjukkan, bahwa sampai saat inipun, disiplin kinerja aparatur yang ada, masih relatif lemah.
Dari semua itu, salah satu alasan yang dapat dikemukakan adalah, karena selama ini fokus pembinaan disiplin aparatur khususnya PNS, baru ditekankan pada satu aspek saja, yakni masalah absensi atau jam kehadiran maupun kepulangan pegawai di kantor. Hal ini pula yang membuat Sidak yang hanya menitikberatkan pengecekan absensi pegawai, dirasa kurang efektif, bahkan penuh pro dan kontra, karena cenderung kurang tepat untuk mengukur kinerja pegawai secara keseluruhan. Logika sederhananya, jika hanya soal absen, pegawai yang datang dan pulang kerja tepat waktu, meski di kantor hanya duduk, diam dan tidak bekerja dengan baik, ia bisa saja lolos, serta ironis pula kadang disebut pegawai berdisiplin kinerja. Lalu bagaimana, dengan pegawai yang nyata-nyata bekerja dengan baik dan berkualitas, tetapi suatu ketika “apes” terjaring sidak, dan dicap sebagai pegawai yang tidak berdisiplin kinerja, hanya karena masalah absensi? Padahal dalam kenyataannya, absensi pegawai hanya merupakan bagian kecil, dari berbagai komponen/faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai.
Penjelasan itu sebenarnya sekaligus menggugurkan alasan dan praktik para pengelola kepegawaian di beberapa instansi pemerintah, yang selama ini hanya menekankan pada perbaikan instrumen kehadiran pegawai, tetapi mengabaikan aspek/variabel lain yang justru memiliki tingkat pengaruh yang sangat besar terhadap tingkat kinerja pegawai. Jadi, perubahan sistem absensi pegawai manual diganti dengan sistem sidik jari (hand key) misalnya, seperti yang diterapkan di beberapa instansi pemerintah, sebenarnya tidak cukup efektif untuk menjawab permasalahan kedisiplinan kerja pegawai, selama faktor lain yang turut berpengaruh terhadap kedisiplinan pegawai, seperti keteladanan pimpinan dan sistem kesejahteraan pegawai, tidak pula ikut diperbaiki.
Namun demikian, tidak berarti absensi pegawai tidak penting diperhatikan, bahkan sebenarnya absensi termasuk dalam kategori disiplin dasar, yaitu disiplin yang mendasari seorang pegawai harus bekerja dan melaksanakan tugas dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. Dalam praktik di lingkungan kerja sehari-hari, pelaksanaan disiplin dasar ini, terlihat dari kepatuhan para pegawai untuk : menaati jam kerja masuk dan jam kerja pulang; mematuhi pakaian seragam lengkap dengan atribut dan tanda pengenalnya; mengikuti upacara yang diwajibkan; serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap semua pegawai, atasan dan anggota masyarakat lainnya (Saydam, 1997: 54). 
Pentingnya pembinaan bagi pegawai khususnya PNS sendiri, secara normatif telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam bab penjelasan Undang-Undang tersebut disebutkan, bahwa sebagai bagian dari pembinaan pegawai negeri, pembinaan PNS perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi PNS yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat. Secara implisit, penjelasan dalam undang-undang tersebut menegaskan bahwa sistem pembinaan yang dilakukan secara terencana, sistematis, terintegrasi melalui organisasi penyelenggaraan manajemen kepegawaian negara, akan berpengaruh terhadap perilaku pegawai. Jika pegawai memiliki perilaku positif, pada akhirnya kinerja pegawai juga meningkat.
Secara garis besar, ada dua hal yang dapat ditempuh dalam melakukan pembinaan disiplin pegawai. Pertama, adalah penciptaan sarana pendukung tegaknya disiplin. Termasuk dalam kategori ini, antara lain: penyusunan peraturan-peraturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan; memberikan sanksi bagi pelanggar disiplin; dan melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan kedisiplinan secara berkesinambungan dan terus menerus. Sedangkan yang Kedua, memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin. Pembinaan disiplin dipengaruhi pula oleh beberapa faktor diantaranya: besar-kecilnya kompensasi; ada-tidaknya keteladanan pemimpin; ada-tidaknya aturan yang dapat dijadikan pegangan; keberanian pimpinan dalam mengambil keputusan; ada-tidaknya pengawasan pimpinan; ada-tidaknya perhatian kepada pegawai; dan diciptakannya kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin kerja pegawai (Saydam, 1997: 2004).
Selama kedua hal tersebut tidak diperhatikan secara seimbang, maka selama itu pula seseorang akan mengasumsikan bahwa disiplin hanya sebatas kepatuhan seseorang pada absensi. Salah satu akibatnya akan timbul salah persepsi, sehingga mereka menganggap pembinaan disiplin sebagai barang yang membosankan, tanpa didukung perbaikan faktor-faktor lainnya.
Ada pandangan menyatakan, bentuk pembinaan disiplin yang sesuai diterapkan di lingkungan PNS, antara lain : komunikasi atasan-bawahan harus dijaga, disiplin harus mendidik, jangan kaku & memberi motivasi kerja; adanya keteladanan dan konsistensi pimpinan dalam bersikap dan berperilaku; distribusi tugas yang merata; sistem/mekanisme harus jelas dan mudah dipahami oleh pegawai; serta adanya punish dan reward yang tegas, seimbang dan jelas. Sedangkan pembinaan dikatakan berhasil, apabila tercermin dalam beberapa hal, antara lain: pegawai dapat melaksanakan tugas secara baik (efektif dan efisien); kemampuan pegawai meningkat, sehingga dapat menjamin partisipasinya dalam pelaksanaan tugas; kesetiaan dan loyalitas kepada organisasi meningkat; serta terciptanya iklim kerja yang kondusif, serasi dan memiliki produktivitas kinerja yang tinggi.
Selain itu, persoalan yang dihadapi dalam pembinaan pegawai adalah bagaimana melakukan pembinaan secara terarah, terprogram dan berkesinambungan agar benar-benar memiliki dampak positif terhadap perilaku pegawai. Tidak cukup hanya dilakukan secara parsial, tetapi harus dilakukan secara terintegrasi antara pembinaan disiplin, termasuk juga pembinaan karier dan pembinaan etika profesi pegawai, serta lengkap pula dengan perhatian terhadap peningkatan kesejahteraannya.
Dengan pembinaan disiplin yang baik dan dilakukan secara baik, akan semakin memantapkan seseorang untuk mematuhi semua ketentuan dan tata tertib yang ada. Melalui pembinaan karier yang baik, seseorang tidak akan khawatir dengan masa depannya. Dengan pembinaan etika profesi yang dilakukan secara baik, akan semakin memperteguh komitmen dan rasa bangga terhadap profesinya sebagai aparatur pemerintah. Sedangkan apabila kesejahteraan aparatur diperhatikan, aparaturpun diharapkan akan berkerja dengan lebih baik dalam menjalankan tugas utamanya melayani masyarakat, bukan sebaliknya, minta dilayani masyarakat.*** (Ferry R)

Tidak ada komentar: